Hati adalah bagian dari organ tubuh
manusia. Jika ia hidup, maka hiduplah seluruh tubuhnya. Sebaliknya, jika hati
sudah mati, maka matilah seluruh tubuhnya. Hati laksana bejana tempat
bersemayamnya iman dan juga hawa nafsu. Allah SWT berfirman,
“Dan ketahuilah bahwa di tengah-tengah kamu
ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal, pasti kamu
akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan,
dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu, serta menjadikan kamu benci
kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang
mengikuti jalan yang lurus.” (QS.
Al-Hujurat:7)
Allah SWT
menjelaskan di sini, bahwa memenuhi kekosongan hati haruslah dengan keimanan.
Allah Ta’ala berfirman,“Sungguh pada yang demikian itu pasti
terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau menggunakan pendengarannya,
sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaaf:37)
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,
“Carilah hatimu ditiga tempat:
Ketika mendengarkan Al-Qur’an, Di majelis dzikir (majelis yang disebut nama Allah dan diajarkan Al-Qur’an
dan As-Sunnah dan hukum-hukumnya), Di waktu-waktu engkau bersendiri (di waktu munajat kepada Allah). Apabila engkau tidak dapati hatimu di
tempat-tempat ini, maka mohonlah kepada Allah, agar Allah menganugerahkan
“hati” kepadamu, karena sesungguhnya engkau tidak mempunyai ‘hati.’ ”
Beliau rahimahullah juga berkata, “Hati memiliki enam tempat yang ia berkelana padanya; tidak ada yang ketujuh. Tiga diantaranya merupakan tempat yang hina, dan tiga lainnya justru merupakan tempat yang mulia. Tiga tempat yang hina adalah: 1. Dunia yang selalu menggodanya, 2. Nafsu yang selalu membisikinya, 3. Musuh yang selalu menyesatkannya. Ketiga tempat ini adalah tempat jiwa-jiwa yang renda, yang ia senantiasa berkelana padanya.
Beliau rahimahullah juga berkata, “Hati memiliki enam tempat yang ia berkelana padanya; tidak ada yang ketujuh. Tiga diantaranya merupakan tempat yang hina, dan tiga lainnya justru merupakan tempat yang mulia. Tiga tempat yang hina adalah: 1. Dunia yang selalu menggodanya, 2. Nafsu yang selalu membisikinya, 3. Musuh yang selalu menyesatkannya. Ketiga tempat ini adalah tempat jiwa-jiwa yang renda, yang ia senantiasa berkelana padanya.
Adapun tiga
tempat yang mulia adalah: 1. Amal yang
jelas baginya, 2. Akal yang memberikan petunjuk kepadanya, dan 3. Rabb yang
selalu disembahnya. Ketiga tempat inilah yang menjadi tempat berkelana hati
yang bersih.”
Pada posisi yang
rendah seperti itulah, maka kadar iman akan menurun dalam hati, dan sebaliknya
pada posisi atas, maka kadar iman akan bertambah dalam hati. Iman selalu
bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman dengan ketaatan pada Allah SWT dan
berkurangnya iman dengan sebab perbuatan dosa dan maksiat. Karena itu hati
manusia wajib diisi dengan iman dan keyakinan yang benar dengan mentauhidkan
Allah, menjauhkan segala macam perbuatan
syirik. Apabila hati ini baik maka seluruh anggota tubuh-pun akan baik. Nabi
SAW bersabda,
“…Ingatlah sesungguhnya didalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Apabila ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Dan apabila ia buruk, maka buruk pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.” (HR.Bukhari no.52 dan Muslim no.1599)
“…Ingatlah sesungguhnya didalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Apabila ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Dan apabila ia buruk, maka buruk pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal daging itu adalah hati.” (HR.Bukhari no.52 dan Muslim no.1599)
Abu Hurairah ra
pun mengatakan,
“Hati ibarat raja, sedangkan anggota badan
ibarat pasukannya, apabila rajanya baik maka baik pula pasukannya, apabila
buruk rajanya maka buruk pula pasukannya.”
Hati ada yang
sehat, sakit, dan mati. Oleh karena itu seorang mukmin wajib mengisi hatinya
dengan hal-hal yang bermanfaat. Sebab kalau tidak, maka hatinya akan terkena
penyakit. Penyakit inilah yang menjadi kendala terbesar bagi iman dihati,
terutama apalagi hati itu terjangkit penyakit-penyakit seperti dengki, dendam,
benci kepada orang, sombong, angkuh, cinta dunia, maka sedikit demi sedikit
hati akan menjadi kosong (hatinya berpenyakit dan berkurang imannya). Dan
barang siapa yang sampai pada tingkat demikian, maka sesungguhnya ia telah
menzhalimi dirinya sendiri. Allah SWT berfirman:
“Apakah (ketidakhadiran mereka karena) dalam
hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan
Rasul-Nya berlaku dzalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang
yang dzalim.” (QS.An-Nuur:50)
Adapun
orang-orang yang shalih, memenuhi dan menghiasi hatinya dengan iman, serta
berusaha agar keimanannya terus
bertambah, maka ia benar-benar berusaha untuk berbuat adil bagi dirinya,
menjauhkannya dari kezhaliman, dan membersihkan hatinya dari penyakit-penyakit
hati yang mengotorinya, serta senantiasa istiqomah sesuai dengan jalan yang
dikehendaki oleh Allah, yaitu berjihad
dan berjuang melawan hawa nafsu serta menundukkan hati untuk taat kepada Allah
SWT dan Rasul-Nya SAW. Dan mengerjakan
perbuatan yang diridhoi Allah SWT.
Apabila hati
kita tidak sibuk dengan hal-hal positif, maka ia akan menyibukkan kita dengan
kebatilan. Menyibukkan hati dengan kebaikan ialah dengan menyucikan, mendidik,
dan menarik tali kekangnya dari perkara yang batil. Karena jika tidak demikian,
hati akan senantiasa terbiasa bersinggungan dengan keburukan dan terus menerus
menyimpang dari jalan yang lurus, yang pada akhirnya akan menyengsarakan diri
sendiri.
Allah SWT
berfirman,
“Sungguh beruntung orang yang menyucikannya
(jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS.Asy-Syams: 9-10)
Maknanya adalah:
beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya , yaitu dengan melakukan ketaatan
kepada Allah dan membersihkannya dari akhlak-akhlak yang tercela dan hal-hal
yang hina. Hal ini diriwayatkan dari Qatadah, Mujahid , Ikrimah, dan Sa’id bin
Jubair. Dan sebagaimana firman Allah SWT,
“sungguh beruntung orang yang mensucikan diri (dengan beriman), dan mengingat
Rabb-Nya lalu ia shalat.” (QS. Al-‘Alaa: 14-15).
“Dan sungguh
merugi orang yang mengotorinya.” Maksudnya, mengotorinya dengan berbuat maksiat
dan meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata, “menyucikan jiwa lebih berat dan lebih sulit daripada mengobati luka
di badan. Barangsiapa menyucikan dirinya dengan latihan spiritual, berjuang,
dan menyepi (menyendiri/betapa) yang tidak dicontohkan oleh para Rasul, maka
kondisinya seperti orang sakit yang mengobati dirinya dengan ra’yunya (dengan
kebodohannya). Bagaimana akan sembuh kalau dia tidak bertanya kepada dokter
(hati)? Para Rasulullah adalah dokter-dokter hati. Oleh karena itu, tidak ada
jalan untuk membersihkan hati, menyucikan jiwa, dan memperbaikinya kecuali
dengan jalan dan cara yang ditempuh dan diajarkan oleh para Rasul, dengan taat,
tunduk, dan berserah diri, kepada Rasulullah SAW.
Allahul Musta’aan…
sumber: Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Waktumu Dihabiskan Untuk Apa?
sumber: Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Waktumu Dihabiskan Untuk Apa?
0 komentar:
Posting Komentar